Wednesday, 9 December 2015

PETROLOGI BATUAN BEKU

SIKLUS BATUAN
Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada studi mengenai batuan dan kondisi pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi, berkaitan dengan tiga tipe batuan: beku, metamorf, dan sedimen. Kata petrologi itu sendiri berasal dari kata Bahasa Yunani petra, yang berarti “batu”. Petrologi batuan beku berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan beku (batuan seperti granit atau basalt yang telah mengkristal dari batu lebur atau magma).
Batuan beku mencakup batuan volkanik dan plutonik. Petrologi batuan sedimen berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan sedimen (batuan seperti batu pasir atau batu gamping yanag mengandung partikel-partikel sedimen terikat dengan matrik atau material lebih halus).
Petrologi batuan metamorf berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan metamorf (batuan seperti batu sabak atau batu marmer yang bermula dari batuan sedimen atau beku tetapi telah melalui perubahan kimia, mineralogi atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrim dari tekanan, suhu, atau keduanya). Petrologi memanfaatkan bidang klasik mineralogi, petrografi mikroskopis, dan analisa kimia untuk menggambarkan komposisi dan tekstur batuan. 
Ahli petrologi modern juga menyertakan prinsip geokimia dan geofisika dalam penelitan kecenderungan dan siklus geokimia dan penggunaan data termodinamika dan eksperimen untuk lebih mengerti asal batuan. Petrologi eksperimental menggunakan perlengkapan tekanan tinggi, suhu tinggi untuk menyelidiki geokimia dan hubungan fasa dari material alami dan sintetis pada tekanan dan suhu yang ditinggikan. Percobaan tersebut khususnya berguna utuk menyelidiki batuan pada kerak bagian atas dan mantel bagian atas yang jarang bertahan dalam perjalanan kepermukaan pada kondisi asli.

1. Pengertian Batuan Beku



Batuan beku merupakan batuan yang terjadi dai pembekuan larutan silica cair dan pijar, yang kita kenal dengan nama magma. Karena tidak adanya kesepakatan dari para ahli petrologi dalam mengklasifikasikan batuan beku mengakibatkan sebagian klasifikasi dibuat atas dasar yang berbeda-beda. Perbedaan ini sangat berpengaruh dalam menggunakan klasifikasi pada berbagai lapangan pekerjaan dan menurut kegunaannya masing-masing. Bila kita dapat menggunakan klasifikasi yang tepat, maka kita akan mendapatkan hasil yang memuaskan.

2. Penggolongan Batuan Beku

Penggolongan batuan beku dapat didasarkan pada tiga patokan utama yaitu berdasarkan genetic batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkadung, dan berdasarkan susunan mineraloginya.

2.1 Berdasarkan Genetik

Batuan beku terdiri atas kristal-kristal mineral dan kadang-kadang mengandung gelas, berdasarkan tempat kejadiannya (genesa) batuan beku terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
Batuan beku dalam (pluktonik), terbentuk jauh di bawah permukaan bumi. Proses pendinginan sangat lambat sehingga batuan seluruhnya terdiri atas kristal-kristal (struktur holohialin). contoh :Granit, Granodiorit, dan Gabro.
Batuan beku korok (hypabisal), terbentuk pada celah-celah atau pipa gunung api. Proses pendinginannya berlangsung relatif cepat sehingga batuannya terdiri atas kristal-kristal yang tidak sempurna dan bercampur dengan massa dasar sehingga membentuk struktur porfiritik. Contoh batuan ini dalah Granit porfir dan Diorit porfir.
Batuan beku luar (efusif) ,terbentuk di dekat permukaan bumi. Proses pendinginan sangat cepat sehingga tidak sempat membentuk kristal. Struktur batuan ini dinamakan amorf. Contohnya Obsidian, Riolit dan Batuapung.

2.2. Berdasarkan Senyawa kimia
Menurut (C.L. Hugnes, 1962), Berdasarkan komposisi kandungan SiO2 batuan beku dapat dibedakan menjadi:

Batuan beku ultra basa memiliki kandungan silika kurang dari 45%. Contohnya Dunit dan Peridotit.
Batuan beku basa memiliki kandungan silika antara 45% – 52 %. Contohnya Gabro, Basalt.
Batuan beku intermediet memiliki kandungan silika antara 52%-66 %. Contohnya Andesit dan Syenit.
Batuan beku asam memiliki kandungan silika lebih dari 66%. Contohnya Granit, Riolit. Dari segi warna, batuan yang komposisinya semakin basa akan lebih gelap dibanding yang komposisinya asam.

2.3. Berdasarkan susunan mineralogi

Klasifikasi yang didasarkan atas mineralogi dan tekstur akan dapat mencerminkan sejarah pembentukan bebatuan atas dasar kimia. Tekstur batuan beku menggambarkan keadaan yang mempengaruhi pembentukan batuan itu sendiri. Seperti tekstur granular member arti akan keadaan yang serba sama, sedangkan tekstur porfiritik memberikan arti bahwa terjadi dua generasi pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik menggambarkan pembekuan yang cepat. Dalam klasifikasi batuan beku yang dibuat oleh Russel B. Travis, tekstur batuan beku yang didasarkan pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi :

 - Batuan dalam Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral yang menyusun             batuan tersebut dapat dilihat tanpa bantuan alat pembesar.
 - Batuan gang Bertekstur porfiritik dengan massa dasar faneritik.
 - Batuan gang Bertekstur porfiritik dengan massa dasar afanitik.
 - Batuan lelehan Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat                     dibedakan atau tidak dapat dilihat dengan mata biasa.      

Menurut Heinrich (1956) batuan beku dapat diklasifikasikan menjadi beberapa keluarga atau kelompok yaitu:

  • Keluarga granit –riolit: bersifat felsik, mineral utama kuarsa, alkali felspar nya melebihi plagioklas
  • Keluarga granodiorit –qz latit: felsik, mineral utama kuarsa, Na Plagioklas dalam komposisi yang berimbang atau lebih banyak dari K Felspar
  • Keluarga syenit –trakhit: felsik hingga intermediet, kuarsa atau foid tidak dominant tapi hadir, K-Felspar dominant dan melebihi Na-Plagioklas, kadang plagioklas juga tidak hadir.
  • Keluarga monzonit –latit: felsik hingga intermediet, kuarsa atau foid hadir dalam jumlah kecil, Na-Plagioklas seimbang atau melebihi K-Felspar.
  • Keluarga syenit – fonolit foid: felsik, mineral utama felspatoid, K-Felspar melebihi plagioklas
  • Keluarga tonalit – dasit: felsik hingga intermediet, mineral utama kuarsa dan plagioklas (asam) sedikit/tidak ada K-Felspar
  • Keluarga diorite – andesit: intermediet, sedikit kuarsa, sedikit K-Felspar, plagioklas melimpah
  • Keluarga gabbro – basalt: intermediet-mafik, mineral utama plagioklas (Ca), sedikit Qz dan K-felspar
  • Keluarga gabbro – basalt foid: intermediet hingga mafik, mineral utama felspatoid (nefelin, leusit, dkk), plagioklas (Ca) bisa melimpah ataupun tidak hadir
  • Keluarga peridotit: ultramafik, dominan mineral mafik (ol,px,hbl), plagioklas (Ca) sangat sedikit atau absen.

3. Faktor-Faktor yang Diperhatikan Dalam Deskripsi Batuan Beku

A. Warna Batuan

Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.mineral penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali untuk batuan yang mempunyai tekstur gelasan. Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun atas mineral-mineral felsik,misalnya kuarsa, potash feldsfar dan muskovit. Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitam umumnya batuan beku intermediet diman jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.
Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku basa dengan mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.

B. Struktur Batuan

Struktur adalah kenampakan hubungan antara bagian-bagian batuan yang berbeda.pengertian struktur pada batuan beku biasanya mengacu pada pengamatan dalam skala besar atau singkapan dilapangan.pada batuan beku struktur yang sering ditemukan adalah:

a. Masif : bila batuan pejal,tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas
b. Jointing : bila batuan tampak seperti mempunyai retakan-retakan.kenapakan ini akan mudah diamati pada singkapan di lapangan.
c. Vesikular : dicirikandengan adanya lubang-lubang gas,sturktur ini dibagi lagi menjadi 3 yaitu:
1. Skoriaan : bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.
2. Pumisan : bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
3. Aliran : bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang gas.
d. Amigdaloidal : bila lubang-lubang gas terisi oleh mineral-mineral sekunder.

C. Tekstur Batuan

Pengertian tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang ada di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granularitas, dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berhubungan erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum,dan sesudah kristalisasi. Pengamatan tekstur meliputi :

1. Tingkat kristalisasi
Tingkat kristalisasi batuan beku dibagi menjadi:

  • Holokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan semua berbentuk kristal-kristal. Tekstur batuan beku yang kenampakan batuannya terdiri dari keseluruhan mineral yang membentuk kristal, hal ini menunjukkan bahwa proses kristalisasi berlangsung begitu lama sehingga memungkinkan terbentuknya mineral – mineral dengan bentuk kristal yang relatif sempurna.
  •  Hipokristalin, jika sebagian berbentuk kristal dan sebagian lagi berupa mineral gelas. Tekstur batuan yang yang kenampakannya terdiri dari sebagaian mineral membentuk kristal dan sebagiannya membentuk gelas, hal ini menunjukkan proses kristalisasi berlangsung relatif lama namun masih memingkinkan terbentuknya mineral dengan bentuk kristal yang kurang.
  • Holohialin, jika seluruhnya terdiri dari gelas. Tekstur batuan yang kenampakannya terdiri dari mineral yang keseluruhannya berbentuk gelas, hal ini menunjukkan bahwa proses kristalisasi magma berlangsung relatif singkat sehingga tidak memungkinkan pembentukan mineral – mineral dengan bentuk yang sempurna.


2. Ukuran kristal
Ukuran kristal adalah sifat tekstural yang paling mudah dikenali.ukuran kristal dapat menunjukan tingkat kristalisasi pada batuan.

D. Granularitas

Pada batuan beku non fragmental tingkat granularitas dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1. Equigranulritas Disebut equigranularitas apabila memiliki ukuran kristal yang            seragam. Tekstur ini dibagi menjadi 2:
Fenerik Granular bila ukuran kristal masih bisa dibedakan dengan mata telanjang
Afinitik apabila ukuran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang atau ukuran kristalnya sangat halus.
2. Inequigranular Apabila ukuran kristal tidak seragam. Tekstur ini dapat dibagi lagi         menjadi :

Faneroporfiritik bila kristal yang besar dikelilingi oleh kristal-kristal yang kecil dan dapat dikenali dengan mata telanjang
Porfiroafinitik,bila fenokris dikelilingi oleh masa dasar yang tidak dapat dikenali dengan mata telanjang

3. Gelasan (glassy) Batuan beku dikatakan memilimki tekstur gelasan apabila semuanya tersusun atas gelas.

4. Bentuk Butir
Euhedral, bentuk kristal dari butiran mineral mempunyai bidang kristal yang sempurna.
Subhedral,bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang sempurna.
Anhedral,berbentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh bidang kristal yang tidak sempurna.

E. Komposisi Mineral



Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi 4 yaitu:
  • Kelompok Granit –Riolit Berasal dari magma yang bersifat asam,terutama tersusun oleh mineral-mineral kuarsa ortoklas, plaglioklas Na, kadang terdapat hornblende,biotit,muskovit dalam jumlah yang kecil.
  • Kelompok Diorit – Andesit Berasal dari magma yang bersifat intermediet,terutama tersusun atas mineral-mineral plaglioklas, Hornblande, piroksen dan kuarsa biotit,orthoklas dalam jumlah kecil.
  • Kelompok Gabro – Basalt Tersusun dari magma yang bersifat basa dan terdiri dari mineral-mineral olivine,plaglioklas Ca,piroksen dan hornblende.
  • Kelompok Ultra Basa Tersusun oleh olivin dan piroksen.mineral lain yang mungkin adalah plagliokals Ca dalam jumlah kecil.

Mineralisasi dan Alterasi dalam Sistem Hidrotermal

Larutan hidrotermal terbentuk pada fase akhir siklus pembekuan magma. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang dilewati akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral penyusun batuan samping dan membentuk mineral alterasi. Larutan hidrotermal tersebut akan terendapkan pada suatu tempat membentuk mineralisasi (Bateman, 1981). Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pengendapan mineral di dalam sistem hidrotermal terdiri dari empat macam (Barnes, 1979; Guilbert dan Park, 1986), yaitu: (1) Perubahan temperatur; (2) Perubahan tekanan; (3) Reaksi kimia antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewati; dan (4) Percampuran antara dua larutan yang berbeda. Temperatur dan pH fluida merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi mineralogi sistem hidrotermal. Tekanan langsung berhubungan dengan temperatur, dan konsentrasi unsur terekspresikan di dalam pH batuan hasil mineralisasi (Corbett dan Leach, 1996).

Guilbert dan Park (1986) mengemukakan alterasi merupakan perubahan di dalam komposisi mineralogi suatu batuan (terutama secara fisik dan kimia), khususnya diakibatkan oleh aksi dari fluida hidrotermal. Alterasi hidrotermal merupakan konversi dari gabungan beberapa mineral membentuk mineral baru yang lebih stabil di dalam kondisi temperatur, tekanan dan komposisi hidrotermal tertentu (Barnes, 1979; Reyes, 1990 dalam Hedenquist, 1998). Mineralogi batuan alterasi dapat mengindikasikan komposisi atau pH fluida hidrotermal (Henley et al., 1984 dalam Hedenquist, 1998).

Corbett dan Leach (1996) mengemukakan komposisi batuan samping berperan mengkontrol mineralogi alterasi. Mineralogi skarn terbentuk di dalam batuan karbonatan. Fase adularia K-feldspar dipengaruhi oleh batuan kaya potasium. Paragonit (Na-mika) terbentuk pada proses alterasi yang mengenai batuan berkomposisi albit. Muskovit terbentuk di dalam alterasi batuan potasik.

Sistem pembentukan mineralisasi di lingkaran Pasifik secara umum terdiri dari endapan mineral tipe porfiri, mesotermal sampai epitermal (Corbett dan Leach, 1996). Tipe porfiri terbentuk pada kedalaman lebih besar dari 1 km dan batuan induk berupa batuan intrusi. Sillitoe, 1993a (dalam Corbett dan Leach, 1996) mengemukakan bahwa endapan porfiri mempunyai diameter 1 sampai > 2 km dan bentuknya silinder.

Tipe mesotermal terbentuk pada temperatur dan tekanan menengah, dan bertemperatur > 300

oC (Lindgren, 1922 dalam Corbett dan Leach, 1996). Kandungan sulfida bijih terdiri dari kalkopirit, spalerit, galena, tertahidrit, bornit, dan kalkosit. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, karbonat (kalsit, siderit, rodokrosit), dan pirit. Mineral alterasi terdiri dari serisit, kuarsa, kalsit, dolomit, pirit, ortoklas, dan lempung.
Tipe epitermal terbentuk di lingkungan dangkal dengan temperatur < 300

oC, dan fluida hidrotermal diinterpretasikan bersumber dari fluida meteorik. Endapan tipe ini merupakan kelanjutan dari sistem hidrotermal tipe porfiri, dan terbentuk pada busur magmatik bagian dalam di lingkungan gunungapi kalk-alkali atau batuan dasar sedimen (Heyba et al., 1985 dalam Corbett dan Leach, 1996). Sistem ini umumnya mempunyai variasi endapan sulfida rendah dan sulfida tinggi (gambar 4). Mineral bijih terdiri dari timonidsulfat, arsenidsulfat, emas dan perak, stibnite, argentit, cinabar, elektrum, emas murni, perak murni, selenid, dan mengandung sedikit galena, spalerit, dan galena. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, ametis, adularia, kalsit, rodokrosit, barit, flourit, dan hematit. Mineral alterasi terdiri dari klorit, serisit, alunit, zeolit, adularia, silika, pirit, dan kalsit.

                      Model mineralisasi emas-perak lingkaran Pasifik
                                              (Corbett, 2002)


                 Model fluida sulfida tinggi dan rendah (Corbett dan Leach, 1996)

Morrison, 1997, mengemukakan beberapa asosiasi mineral petunjuk sistem hipogen dalam proses magmatik yang berhubungan dengan mineralisasi epigenetik sebagai berikut:
       Tabel 1: Asosiasi mineral petunjuk sistem hipogen dalam proses magmatik yang
                 berhubungan dengan mineralisasi epigenetik (Morrison, 1997).


Zonasi alterasi dapat mempunyai bentuk geometri yang berbeda-beda, mulai dari bentuk konsentris, linier, sampai tidak teratur dan komplek. Zonasi alterasi endapan Porfiri Cu mempunyai bentuk konsentris. Bagian inti/tengah terdiri dari alterasi potasik, berkomposisi potasium feldspar dan biotit. Bagian tengah merupakan zonasi alterasi philik tersusun oleh kuarsa-serisit-pirit. Bagian paling luar mempuyai alterasi propilitik, mineraloginya tersusun oleh kuarsa-klorit-karbonat, dan setempat-setempat terdapat epidot, albit atau adularia. Endapan epitermal berbentuk urat/vein yang berasosiasi dengan struktur mayor mempunyai pola linier dan paralel dengan arah struktur. Urut-urutan zonasi alterasi dari temperatur tinggi ke temperatur rendah adalah argilik sempurna, serisit, argilik, dan propilitik.
Mineralisasi/alterasi endapan urat yang berasosiasi dengan endapan logam dasar dicirikan oleh zonasi pembentukan mineral dari temperatur tinggi sampai rendah. Urat/vein di daerah proksimal kaya kandungan tembaga dan rasio logam dibanding sulfur tinggi. Daerah ini dicirikan oleh hadirnya alterasi argillik sempurna di bagian dalam dan ke arah luar berubah menjadi alterasi serisitik. Daerah distal kaya kandungan timbal dan zeng, dan terdiri dari mineral sulfida dengan rasio logam dibanding sulfur rendah. Alterasi yang berkembang di daerah ini berupa alterasi propilitik, semakin ke arah jauh dari urat tersusun oleh batuan tidak teralterasi (Panteleyev, 1994; Corbett, 2002).


Tabel 2: Dominasi komposisi mineralisasi/alterasi pada temperatur tinggi dan rendah
(disederhanakan dari Corbett, 2002)

TEMPERATUR TINGGI                                            TEMPERATUR RENDAH
  • Kalkopirit                                                               Galena, spalerit
  • Kuarsa kristalin (comb stucture)                            Kalsedon-opal
  • Kuarsa butir kasar                                                  Kuarsa butir halus
  • Serisit                                                                     Smektit-illit
  • Philik                                                                      Propilitik






Gambar 5: Zonasi proksimal – distal tipe endapan urat logam dasar yang berasosiasi dengan endapan porfiri tembaga/molibdenum (Panteleyev, 1994)

GuilbertdanPark, 1986, mengemukakan model hubungan antara mineralisasi dan alterasi dalam sistem epitermal (gambar 6). Beberapa asosiasi mineral bijih maupun mineral skunder erat hubungannya dengan besar temperatur larutan hidrotermal pada waktu mineralisasi. Mineral bijih galena, sfalerit dan kalkopirit terbentuk pada horison logam dasar bagian bawah dengan temperatur ≥ 350oC. Pada horison ini alterasi bertipe argilik sempurna dan terbentuk mineral alterasi temperatur tinggi seperti adularia, albit dan feldspar. Fluida hidrotermal di horison logam dasar (bagian tengah) bertemperatur antara 200o- 400oC. Mineral bijih terdiri dari argentit, elektrum, pirargirit dan proustit. Mineral ubahan terdiri dari serisit, adularia, ametis, sedikit mengandung albit. Horison bagian atas terbentuk pada temperatur < 200oC. Mineral bijih terdiri dari emas di dalam pirit, Ag-garamsulfo dan pirit. Mineral ubahan berupa zeolit, kalsit, agat.



Gambar 6: Alterasi hubungannya dengan mineralisasi dalam tipe endapan epitermal
logam dasar (Guilbert dan Park, 1986)

Berdasarkan pada kisaran temperatur dan pH, komposisi alterasi pada sistem emas-tembaga hidrotermal di lingkaran Pasifik dapat dikelompokan menjadi 6 tipe alterasi (Corbett dan Leach, 1996), yaitu:
1) Argilik sempurna (silika pH rendah, alunit, dan group mineral alunit-kaolinit.
2) Argilik tersusun oleh anggota kaolin (halosit, kaolin, dikit) dan illit (smektit, selang-seling illlit-smektit, illit) dan group mineral transisi (klorit-illit).
3) Philik tersusun oleh anggota kaolin (piropilit-andalusit) dan illit (serisit-mika putih) berasosiasi dengan mineral pada temperatur tinggi seperti serisit-mika-klorit.
4) Subpropilitik tersusun oleh klorit-zeolit yang terbentuk pada temperatur rendah dan propilitik tersusun oleh klorit-epidot-aktinolit terbentuk pada temperatur rendah.
5) Potasik tersusun oleh biotit-K-feldspar-aktinolit+klinopiroksen.
6) Skarn tersusun oleh mineral kalk-silikat (Ca-garnet, klinopiroksen, tremolit).



Gambar 7: Mineralogi alterasi di dalam sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996)

0 comments:

Post a Comment