SIKLUS BATUAN |
Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada
studi mengenai batuan dan kondisi pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi,
berkaitan dengan tiga tipe batuan: beku, metamorf, dan sedimen. Kata petrologi
itu sendiri berasal dari kata Bahasa Yunani petra, yang berarti “batu”.
Petrologi batuan beku berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan beku
(batuan seperti granit atau basalt yang telah mengkristal dari batu lebur atau
magma).
Batuan beku mencakup batuan volkanik dan plutonik. Petrologi batuan sedimen
berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan sedimen (batuan seperti batu
pasir atau batu gamping yanag mengandung partikel-partikel sedimen terikat
dengan matrik atau material lebih halus).
Petrologi batuan metamorf berfokus pada komposisi
dan tekstur dari batuan metamorf (batuan seperti batu sabak atau batu marmer
yang bermula dari batuan sedimen atau beku tetapi telah melalui perubahan
kimia, mineralogi atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrim dari tekanan, suhu,
atau keduanya). Petrologi memanfaatkan bidang klasik mineralogi, petrografi
mikroskopis, dan analisa kimia untuk menggambarkan komposisi dan tekstur
batuan.
Ahli petrologi modern juga menyertakan prinsip geokimia dan geofisika
dalam penelitan kecenderungan dan siklus geokimia dan penggunaan data
termodinamika dan eksperimen untuk lebih mengerti asal batuan. Petrologi
eksperimental menggunakan perlengkapan tekanan tinggi, suhu tinggi untuk
menyelidiki geokimia dan hubungan fasa dari material alami dan sintetis pada
tekanan dan suhu yang ditinggikan. Percobaan tersebut khususnya berguna utuk
menyelidiki batuan pada kerak bagian atas dan mantel bagian atas yang jarang
bertahan dalam perjalanan kepermukaan pada kondisi asli.
1. Pengertian Batuan Beku
Batuan beku merupakan batuan yang terjadi dai
pembekuan larutan silica cair dan pijar, yang kita kenal dengan nama magma.
Karena tidak adanya kesepakatan dari para ahli petrologi dalam
mengklasifikasikan batuan beku mengakibatkan sebagian klasifikasi dibuat atas
dasar yang berbeda-beda. Perbedaan ini sangat berpengaruh dalam menggunakan
klasifikasi pada berbagai lapangan pekerjaan dan menurut kegunaannya
masing-masing. Bila kita dapat menggunakan klasifikasi yang tepat, maka kita
akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
2. Penggolongan Batuan Beku
Penggolongan batuan beku dapat didasarkan pada tiga
patokan utama yaitu berdasarkan genetic batuan, berdasarkan senyawa kimia yang
terkadung, dan berdasarkan susunan mineraloginya.
2.1 Berdasarkan Genetik
Batuan beku terdiri atas kristal-kristal mineral dan
kadang-kadang mengandung gelas, berdasarkan tempat kejadiannya (genesa) batuan
beku terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:
Batuan beku dalam (pluktonik), terbentuk jauh di
bawah permukaan bumi. Proses pendinginan sangat lambat sehingga batuan
seluruhnya terdiri atas kristal-kristal (struktur holohialin). contoh :Granit,
Granodiorit, dan Gabro.
Batuan beku korok (hypabisal), terbentuk pada
celah-celah atau pipa gunung api. Proses pendinginannya berlangsung relatif
cepat sehingga batuannya terdiri atas kristal-kristal yang tidak sempurna dan
bercampur dengan massa dasar sehingga membentuk struktur porfiritik. Contoh
batuan ini dalah Granit porfir dan Diorit porfir.
Batuan beku luar (efusif) ,terbentuk di dekat
permukaan bumi. Proses pendinginan sangat cepat sehingga tidak sempat membentuk
kristal. Struktur batuan ini dinamakan amorf. Contohnya Obsidian, Riolit dan
Batuapung.
2.2. Berdasarkan Senyawa kimia
Menurut (C.L. Hugnes, 1962), Berdasarkan komposisi
kandungan SiO2 batuan beku dapat dibedakan menjadi:
Batuan beku ultra basa memiliki kandungan silika
kurang dari 45%. Contohnya Dunit dan Peridotit.
Batuan beku basa memiliki kandungan silika antara
45% – 52 %. Contohnya Gabro, Basalt.
Batuan beku intermediet memiliki kandungan silika
antara 52%-66 %. Contohnya Andesit dan Syenit.
Batuan beku asam memiliki kandungan silika lebih
dari 66%. Contohnya Granit, Riolit. Dari segi warna, batuan yang komposisinya
semakin basa akan lebih gelap dibanding yang komposisinya asam.
2.3. Berdasarkan susunan mineralogi
Klasifikasi yang didasarkan atas mineralogi dan
tekstur akan dapat mencerminkan sejarah pembentukan bebatuan atas dasar kimia.
Tekstur batuan beku menggambarkan keadaan yang mempengaruhi pembentukan batuan
itu sendiri. Seperti tekstur granular member arti akan keadaan yang serba sama,
sedangkan tekstur porfiritik memberikan arti bahwa terjadi dua generasi
pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik menggambarkan pembekuan yang cepat.
Dalam klasifikasi batuan beku yang dibuat oleh Russel B. Travis, tekstur batuan
beku yang didasarkan pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi :
- Batuan dalam Bertekstur faneritik yang berarti
mineral-mineral yang menyusun batuan tersebut dapat dilihat tanpa bantuan alat
pembesar.
- Batuan gang Bertekstur porfiritik dengan massa dasar
faneritik.
- Batuan gang Bertekstur porfiritik dengan massa dasar
afanitik.
- Batuan lelehan Bertekstur afanitik, dimana individu
mineralnya tidak dapat dibedakan atau tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Menurut Heinrich (1956) batuan beku dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa keluarga atau kelompok yaitu:
- Keluarga granit –riolit: bersifat felsik, mineral utama kuarsa, alkali felspar nya melebihi plagioklas
- Keluarga granodiorit –qz latit: felsik, mineral utama kuarsa, Na Plagioklas dalam komposisi yang berimbang atau lebih banyak dari K Felspar
- Keluarga syenit –trakhit: felsik hingga intermediet, kuarsa atau foid tidak dominant tapi hadir, K-Felspar dominant dan melebihi Na-Plagioklas, kadang plagioklas juga tidak hadir.
- Keluarga monzonit –latit: felsik hingga intermediet, kuarsa atau foid hadir dalam jumlah kecil, Na-Plagioklas seimbang atau melebihi K-Felspar.
- Keluarga syenit – fonolit foid: felsik, mineral utama felspatoid, K-Felspar melebihi plagioklas
- Keluarga tonalit – dasit: felsik hingga intermediet, mineral utama kuarsa dan plagioklas (asam) sedikit/tidak ada K-Felspar
- Keluarga diorite – andesit: intermediet, sedikit kuarsa, sedikit K-Felspar, plagioklas melimpah
- Keluarga gabbro – basalt: intermediet-mafik, mineral utama plagioklas (Ca), sedikit Qz dan K-felspar
- Keluarga gabbro – basalt foid: intermediet hingga mafik, mineral utama felspatoid (nefelin, leusit, dkk), plagioklas (Ca) bisa melimpah ataupun tidak hadir
- Keluarga peridotit: ultramafik, dominan mineral mafik (ol,px,hbl), plagioklas (Ca) sangat sedikit atau absen.
3. Faktor-Faktor yang Diperhatikan Dalam Deskripsi
Batuan Beku
A. Warna Batuan
Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral
penyusunnya.mineral penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi
magma asalnya sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya,
kecuali untuk batuan yang mempunyai tekstur gelasan. Batuan beku yang berwarna
cerah umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun atas mineral-mineral
felsik,misalnya kuarsa, potash feldsfar dan muskovit. Batuan beku yang berwarna
gelap sampai hitam umumnya batuan beku intermediet diman jumlah mineral felsik
dan mafiknya hampir sama banyak.
Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya
adalah batuan beku basa dengan mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral
mafik.
B. Struktur Batuan
Struktur adalah kenampakan hubungan antara
bagian-bagian batuan yang berbeda.pengertian struktur pada batuan beku biasanya
mengacu pada pengamatan dalam skala besar atau singkapan dilapangan.pada batuan
beku struktur yang sering ditemukan adalah:
a. Masif : bila batuan pejal,tanpa retakan ataupun
lubang-lubang gas
b. Jointing : bila batuan tampak seperti mempunyai
retakan-retakan.kenapakan ini akan mudah diamati pada singkapan di lapangan.
c. Vesikular : dicirikandengan adanya lubang-lubang
gas,sturktur ini dibagi lagi menjadi 3 yaitu:
1. Skoriaan : bila lubang-lubang gas tidak saling
berhubungan.
2. Pumisan : bila lubang-lubang gas saling
berhubungan.
3. Aliran : bila ada kenampakan aliran dari
kristal-kristal maupun lubang gas.
d. Amigdaloidal : bila lubang-lubang gas terisi oleh
mineral-mineral sekunder.
C. Tekstur Batuan
Pengertian tekstur batuan mengacu pada kenampakan
butir-butir mineral yang ada di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi,
ukuran butir, bentuk butir, granularitas, dan hubungan antar butir (fabric).
Jika warna batuan berhubungan erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka
tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur
merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum,dan sesudah kristalisasi.
Pengamatan tekstur meliputi :
1. Tingkat kristalisasi
Tingkat kristalisasi batuan beku dibagi menjadi:
- Holokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan semua berbentuk kristal-kristal. Tekstur batuan beku yang kenampakan batuannya terdiri dari keseluruhan mineral yang membentuk kristal, hal ini menunjukkan bahwa proses kristalisasi berlangsung begitu lama sehingga memungkinkan terbentuknya mineral – mineral dengan bentuk kristal yang relatif sempurna.
- Hipokristalin, jika sebagian berbentuk kristal dan sebagian lagi berupa mineral gelas. Tekstur batuan yang yang kenampakannya terdiri dari sebagaian mineral membentuk kristal dan sebagiannya membentuk gelas, hal ini menunjukkan proses kristalisasi berlangsung relatif lama namun masih memingkinkan terbentuknya mineral dengan bentuk kristal yang kurang.
- Holohialin, jika seluruhnya terdiri dari gelas. Tekstur batuan yang kenampakannya terdiri dari mineral yang keseluruhannya berbentuk gelas, hal ini menunjukkan bahwa proses kristalisasi magma berlangsung relatif singkat sehingga tidak memungkinkan pembentukan mineral – mineral dengan bentuk yang sempurna.
2. Ukuran kristal
Ukuran kristal adalah sifat tekstural yang paling
mudah dikenali.ukuran kristal dapat menunjukan tingkat kristalisasi pada
batuan.
D. Granularitas
Pada batuan beku non fragmental tingkat granularitas
dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
1. Equigranulritas Disebut equigranularitas apabila
memiliki ukuran kristal yang seragam. Tekstur ini dibagi menjadi 2:
Fenerik Granular bila ukuran kristal masih bisa
dibedakan dengan mata telanjang
Afinitik apabila ukuran kristal tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang atau ukuran kristalnya sangat halus.
2. Inequigranular Apabila ukuran kristal tidak
seragam. Tekstur ini dapat dibagi lagi menjadi :
Faneroporfiritik bila kristal yang besar dikelilingi
oleh kristal-kristal yang kecil dan dapat dikenali dengan mata telanjang
Porfiroafinitik,bila fenokris dikelilingi oleh masa
dasar yang tidak dapat dikenali dengan mata telanjang
3. Gelasan (glassy) Batuan beku dikatakan memilimki
tekstur gelasan apabila semuanya tersusun atas gelas.
4. Bentuk Butir
Euhedral, bentuk kristal dari butiran mineral
mempunyai bidang kristal yang sempurna.
Subhedral,bentuk kristal dari butiran mineral
dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang sempurna.
Anhedral,berbentuk kristal dari butiran mineral
dibatasi oleh bidang kristal yang tidak sempurna.
E. Komposisi Mineral
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat
dibedakan menjadi 4 yaitu:
- Kelompok Granit –Riolit Berasal dari magma yang bersifat asam,terutama tersusun oleh mineral-mineral kuarsa ortoklas, plaglioklas Na, kadang terdapat hornblende,biotit,muskovit dalam jumlah yang kecil.
- Kelompok Diorit – Andesit Berasal dari magma yang bersifat intermediet,terutama tersusun atas mineral-mineral plaglioklas, Hornblande, piroksen dan kuarsa biotit,orthoklas dalam jumlah kecil.
- Kelompok Gabro – Basalt Tersusun dari magma yang bersifat basa dan terdiri dari mineral-mineral olivine,plaglioklas Ca,piroksen dan hornblende.
- Kelompok Ultra Basa Tersusun oleh olivin dan piroksen.mineral lain yang mungkin adalah plagliokals Ca dalam jumlah kecil.
Mineralisasi dan Alterasi dalam Sistem Hidrotermal
Larutan hidrotermal terbentuk pada fase akhir siklus
pembekuan magma. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang
dilewati akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral penyusun batuan samping
dan membentuk mineral alterasi. Larutan hidrotermal tersebut akan terendapkan
pada suatu tempat membentuk mineralisasi (Bateman, 1981). Faktor-faktor dominan
yang mempengaruhi pengendapan mineral di dalam sistem hidrotermal terdiri dari
empat macam (Barnes, 1979; Guilbert dan Park, 1986), yaitu: (1) Perubahan
temperatur; (2) Perubahan tekanan; (3) Reaksi kimia antara fluida hidrotermal dengan
batuan yang dilewati; dan (4) Percampuran antara dua larutan yang berbeda.
Temperatur dan pH fluida merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi
mineralogi sistem hidrotermal. Tekanan langsung berhubungan dengan temperatur,
dan konsentrasi unsur terekspresikan di dalam pH batuan hasil mineralisasi
(Corbett dan Leach, 1996).
Guilbert dan Park (1986) mengemukakan alterasi
merupakan perubahan di dalam komposisi mineralogi suatu batuan (terutama secara
fisik dan kimia), khususnya diakibatkan oleh aksi dari fluida hidrotermal.
Alterasi hidrotermal merupakan konversi dari gabungan beberapa mineral
membentuk mineral baru yang lebih stabil di dalam kondisi temperatur, tekanan
dan komposisi hidrotermal tertentu (Barnes, 1979; Reyes, 1990 dalam Hedenquist,
1998). Mineralogi batuan alterasi dapat mengindikasikan komposisi atau pH fluida
hidrotermal (Henley et al., 1984 dalam Hedenquist, 1998).
Corbett dan Leach (1996) mengemukakan komposisi
batuan samping berperan mengkontrol mineralogi alterasi. Mineralogi skarn
terbentuk di dalam batuan karbonatan. Fase adularia K-feldspar dipengaruhi oleh
batuan kaya potasium. Paragonit (Na-mika) terbentuk pada proses alterasi yang
mengenai batuan berkomposisi albit. Muskovit terbentuk di dalam alterasi batuan
potasik.
Sistem pembentukan mineralisasi di lingkaran Pasifik
secara umum terdiri dari endapan mineral tipe porfiri, mesotermal sampai
epitermal (Corbett dan Leach, 1996). Tipe porfiri terbentuk pada kedalaman
lebih besar dari 1 km dan batuan induk berupa batuan intrusi. Sillitoe, 1993a
(dalam Corbett dan Leach, 1996) mengemukakan bahwa endapan porfiri mempunyai
diameter 1 sampai > 2 km dan bentuknya silinder.
Tipe mesotermal terbentuk pada temperatur dan
tekanan menengah, dan bertemperatur > 300
oC (Lindgren, 1922 dalam Corbett dan Leach, 1996).
Kandungan sulfida bijih terdiri dari kalkopirit, spalerit, galena, tertahidrit,
bornit, dan kalkosit. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, karbonat (kalsit,
siderit, rodokrosit), dan pirit. Mineral alterasi terdiri dari serisit, kuarsa,
kalsit, dolomit, pirit, ortoklas, dan lempung.
Tipe epitermal terbentuk di lingkungan dangkal
dengan temperatur < 300
oC, dan fluida hidrotermal diinterpretasikan
bersumber dari fluida meteorik. Endapan tipe ini merupakan kelanjutan dari
sistem hidrotermal tipe porfiri, dan terbentuk pada busur magmatik bagian dalam
di lingkungan gunungapi kalk-alkali atau batuan dasar sedimen (Heyba et al.,
1985 dalam Corbett dan Leach, 1996). Sistem ini umumnya mempunyai variasi
endapan sulfida rendah dan sulfida tinggi (gambar 4). Mineral bijih terdiri
dari timonidsulfat, arsenidsulfat, emas dan perak, stibnite, argentit, cinabar,
elektrum, emas murni, perak murni, selenid, dan mengandung sedikit galena,
spalerit, dan galena. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, ametis, adularia,
kalsit, rodokrosit, barit, flourit, dan hematit. Mineral alterasi terdiri dari
klorit, serisit, alunit, zeolit, adularia, silika, pirit, dan kalsit.
Model mineralisasi emas-perak lingkaran Pasifik
(Corbett, 2002)
|
Model fluida sulfida tinggi dan rendah
(Corbett dan Leach, 1996)
Morrison, 1997, mengemukakan beberapa asosiasi
mineral petunjuk sistem hipogen dalam proses magmatik yang berhubungan dengan
mineralisasi epigenetik sebagai berikut:
Tabel 1: Asosiasi mineral petunjuk sistem hipogen
dalam proses magmatik yang
berhubungan dengan mineralisasi epigenetik
(Morrison, 1997).
Zonasi alterasi dapat mempunyai bentuk geometri yang
berbeda-beda, mulai dari bentuk konsentris, linier, sampai tidak teratur dan
komplek. Zonasi alterasi endapan Porfiri Cu mempunyai bentuk konsentris. Bagian
inti/tengah terdiri dari alterasi potasik, berkomposisi potasium feldspar dan
biotit. Bagian tengah merupakan zonasi alterasi philik tersusun oleh
kuarsa-serisit-pirit. Bagian paling luar mempuyai alterasi propilitik,
mineraloginya tersusun oleh kuarsa-klorit-karbonat, dan setempat-setempat
terdapat epidot, albit atau adularia. Endapan epitermal berbentuk urat/vein
yang berasosiasi dengan struktur mayor mempunyai pola linier dan paralel dengan
arah struktur. Urut-urutan zonasi alterasi dari temperatur tinggi ke temperatur
rendah adalah argilik sempurna, serisit, argilik, dan propilitik.
Mineralisasi/alterasi endapan urat yang berasosiasi
dengan endapan logam dasar dicirikan oleh zonasi pembentukan mineral dari
temperatur tinggi sampai rendah. Urat/vein di daerah proksimal kaya kandungan
tembaga dan rasio logam dibanding sulfur tinggi. Daerah ini dicirikan oleh
hadirnya alterasi argillik sempurna di bagian dalam dan ke arah luar berubah
menjadi alterasi serisitik. Daerah distal kaya kandungan timbal dan zeng, dan terdiri
dari mineral sulfida dengan rasio logam dibanding sulfur rendah. Alterasi yang
berkembang di daerah ini berupa alterasi propilitik, semakin ke arah jauh dari
urat tersusun oleh batuan tidak teralterasi (Panteleyev, 1994; Corbett, 2002).
Tabel 2: Dominasi komposisi mineralisasi/alterasi
pada temperatur tinggi dan rendah
(disederhanakan dari Corbett, 2002)
TEMPERATUR TINGGI TEMPERATUR
RENDAH
- Kalkopirit Galena, spalerit
- Kuarsa kristalin (comb stucture) Kalsedon-opal
- Kuarsa butir kasar Kuarsa butir halus
- Serisit Smektit-illit
- Philik Propilitik
Gambar 5: Zonasi proksimal – distal tipe endapan
urat logam dasar yang berasosiasi dengan endapan porfiri tembaga/molibdenum
(Panteleyev, 1994)
GuilbertdanPark, 1986, mengemukakan model hubungan
antara mineralisasi dan alterasi dalam sistem epitermal (gambar 6). Beberapa
asosiasi mineral bijih maupun mineral skunder erat hubungannya dengan besar
temperatur larutan hidrotermal pada waktu mineralisasi. Mineral bijih galena,
sfalerit dan kalkopirit terbentuk pada horison logam dasar bagian bawah dengan
temperatur ≥ 350oC. Pada horison ini alterasi bertipe argilik sempurna dan
terbentuk mineral alterasi temperatur tinggi seperti adularia, albit dan
feldspar. Fluida hidrotermal di horison logam dasar (bagian tengah) bertemperatur
antara 200o- 400oC. Mineral bijih terdiri dari argentit, elektrum, pirargirit
dan proustit. Mineral ubahan terdiri dari serisit, adularia, ametis, sedikit
mengandung albit. Horison bagian atas terbentuk pada temperatur < 200oC.
Mineral bijih terdiri dari emas di dalam pirit, Ag-garamsulfo dan pirit.
Mineral ubahan berupa zeolit, kalsit, agat.
Gambar 6: Alterasi hubungannya dengan mineralisasi
dalam tipe endapan epitermal
logam dasar (Guilbert dan Park, 1986)
Berdasarkan pada kisaran temperatur dan pH,
komposisi alterasi pada sistem emas-tembaga hidrotermal di lingkaran Pasifik
dapat dikelompokan menjadi 6 tipe alterasi (Corbett dan Leach, 1996), yaitu:
1) Argilik sempurna (silika pH rendah, alunit, dan
group mineral alunit-kaolinit.
2) Argilik tersusun oleh anggota kaolin (halosit,
kaolin, dikit) dan illit (smektit, selang-seling illlit-smektit, illit) dan
group mineral transisi (klorit-illit).
3) Philik tersusun oleh anggota kaolin
(piropilit-andalusit) dan illit (serisit-mika putih) berasosiasi dengan mineral
pada temperatur tinggi seperti serisit-mika-klorit.
4) Subpropilitik tersusun oleh klorit-zeolit yang
terbentuk pada temperatur rendah dan propilitik tersusun oleh
klorit-epidot-aktinolit terbentuk pada temperatur rendah.
5) Potasik tersusun oleh
biotit-K-feldspar-aktinolit+klinopiroksen.
6) Skarn tersusun oleh mineral kalk-silikat
(Ca-garnet, klinopiroksen, tremolit).
Gambar 7: Mineralogi alterasi di dalam sistem
hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996)
0 comments:
Post a Comment